
Dunia kini memasuki fase baru dalam geopolitik: perang infrastruktur digital global. Dari pemasangan kabel internet bawah laut, ekspansi jaringan 5G dan 6G, hingga peluncuran ribuan satelit orbit rendah—negara dan korporasi teknologi berlomba menciptakan dan menguasai koneksi dunia. Siapa yang memegang kendali infrastruktur digital, pada akhirnya memegang kendali atas data, informasi, bahkan pengaruh global.
Fenomena ini bukan hanya soal teknologi, tapi tentang kekuasaan dan kedaulatan di abad ke-21.
Peta Infrastruktur Digital: Kabel, Satelit, dan Cloud
Kabel Internet Bawah Laut
Hingga 2025, lebih dari 95% lalu lintas data internasional masih melewati kabel bawah laut. Proyek-proyek besar seperti Equiano (Google) di Afrika, SEA-ME-WE 6 yang melintasi Asia–Eropa, dan kabel Blue-Raman yang didukung AS untuk menghindari rute sensitif lewat Tiongkok dan Iran, menunjukkan bagaimana peta digital juga menjadi arena diplomasi.
Satelit Orbit Rendah (LEO)
Perusahaan seperti Starlink (SpaceX), Kuiper (Amazon), dan proyek nasional seperti China SatNet bersaing meluncurkan konstelasi ribuan satelit untuk menyediakan internet global. Starlink sendiri telah mengoperasikan lebih dari 5.000 satelit dan menjadi penentu komunikasi dalam konflik seperti perang Rusia–Ukraina.
Cloud dan Pusat Data
Amazon Web Services (AWS), Google Cloud, dan Microsoft Azure menjadi tulang punggung ekonomi digital. Namun, negara-negara seperti India dan Uni Eropa mendorong data sovereignty—aturan agar data warga mereka tidak dikuasai asing.
Persaingan Amerika, Tiongkok, dan Uni Eropa
Amerika Serikat
Mengandalkan dominasi teknologi Silicon Valley dan investasi besar-besaran di sektor cloud dan satelit. AS juga membentuk kemitraan teknologi seperti Quad Digital Partnership (dengan Jepang, India, dan Australia) untuk menyaingi pengaruh Tiongkok di Asia.
Tiongkok
Melalui Digital Silk Road, Beijing membangun infrastruktur fiber optik, cloud, dan jaringan 5G di lebih dari 80 negara berkembang. Perusahaan seperti Huawei dan ZTE menjadi ujung tombak strategi ini.
Uni Eropa
Fokus pada etika dan regulasi. Uni Eropa mendorong European Cloud Initiative dan sistem GAIA-X, serta mendorong aturan ketat seperti General Data Protection Regulation (GDPR) dan Digital Services Act (DSA).
Risiko dan Ketergantungan Global
Dominasi satu negara atau perusahaan atas infrastruktur digital bisa berbahaya:
- Kontrol atas informasi: pemilik infrastruktur dapat memblokir, menyensor, atau memantau lalu lintas data.
- Ketergantungan digital: negara berkembang tanpa infrastruktur lokal jadi sangat bergantung pada penyedia asing.
- Keamanan siber: pusat data, kabel bawah laut, dan satelit menjadi target empuk dalam perang siber dan sabotase.
Baca juga:
AI dan Otomatisasi dalam Infrastruktur
AI memainkan peran sentral dalam mengatur lalu lintas data, memperbaiki koneksi secara otomatis, hingga mendeteksi potensi gangguan jaringan. Sistem seperti self-healing network kini digunakan di jaringan 5G dan cloud untuk menjaga uptime 99.999%.
Menurut laporan Cisco Annual Internet Report 2025, 65% sistem komunikasi global telah menggunakan AI untuk otomatisasi dan keamanan.
Kasus Geopolitik: Ketegangan atas Infrastruktur
1. Kabel Pasifik dan Ketegangan AS–China
Proyek kabel bawah laut dari Guam ke Asia Tenggara ditunda setelah AS memblokir keterlibatan perusahaan Tiongkok karena alasan keamanan nasional.
2. Satelit Starlink dan Perang Ukraina
Starlink menjadi lifeline komunikasi militer Ukraina setelah sistem lokal lumpuh akibat serangan Rusia. Hal ini menunjukkan bagaimana infrastruktur swasta bisa berdampak besar dalam geopolitik.
3. Sengketa Data Lokal
Brasil, India, dan Indonesia kini mewajibkan perusahaan asing menyimpan data di dalam negeri—langkah untuk menghindari dominasi cloud asing dan melindungi privasi nasional.
Masa Depan: Demokratisasi atau Monopoli Digital?
Tren menunjukkan dua skenario:
- Monopoli Digital Terpusat: beberapa negara dan korporasi besar mengendalikan jalur informasi dunia.
- Infrastruktur Terdesentralisasi: didorong oleh teknologi blockchain, mesh network, dan cloud lokal untuk memperkuat kedaulatan digital.
Pakar dari Oxford Internet Institute menyebut infrastruktur digital sebagai “jalan tol informasi” yang harus diawasi seperti infrastruktur publik lainnya, bukan dikuasai swasta.
Kesimpulan
Infrastruktur digital global adalah tulang punggung dunia modern—mengatur komunikasi, ekonomi, bahkan keamanan. Siapa yang menguasainya akan mengatur aliran informasi, kekuatan politik, dan masa depan konektivitas manusia.
Di tengah perlombaan teknologi antarnegara, tantangan terbesar bukan sekadar membangun lebih cepat, tapi membangun lebih adil, aman, dan inklusif bagi seluruh dunia.